Dunia pendidikan tinggi (PT) harus direvitalisasi. PT harus diperbarui, bukan sekedar "pabrik sarjana",
menerima mahasiswa sebanyak mungkin, dan membangun fasilitas fisik. PT
mesti luwes dan tidak terdikte oleh kebutuhan pasar. PT harus menjadi
lembaga pendidikan yang merupakan bagian dari kebudayaan bangsa.
Razia
dari Kemenristek Dikti kepada PT yang mengeluarkan ijazah bodong
membuktikan rendahnya etika dan etos bangsa ini. Banyak perguruan tinggi
(termasuk negeri sekalipun) menjadi lembaga pencetak ijazah dan bukan
lembaga pengembang ilmu. Perguruan tinggi layaknya pabrik berdasar hukum
ekonomi supply-demand, bahkan banyak yang berburu calon mahasiswa
sampai ke pelosok-pelosok daerah. Bukan calon mahasiswa yang mencari,
tapi perguruan tinggi yang membujuknya.
Rektor
seharusnya tidak tenggelam dalam urusan administratif. Berbeda dengan
negara-negara maju seperti Amerika. Di sana perguruan tinggi umumnya
memiliki "Vice President for the University Development".
Tugasnya jauh lebih berat dibanding rektor, bahkan gajinya juga di atas
rektor. Tugas dia adalah "mengejar uang" untuk membiayai universitas.
Untuk
mengejar uang, universitas harus "laku" di dunia industri. Mereka
bersimbiose mutualisme, melakukan penelitian dan pengembangan (research
and development) untuk menciptakan produk-produk unggulan baru. Misalnya
10 tahun silam, menurut Newsweek, Harvard Medical School mensubsidi 88 sen untuk setiap dolar dana penelitian, Universitas Yale dan John Hopkins 60 sen. Sebaliknya universitas kita, mahasiswa seperti dikebiri, karena ini cara yang paling mudah.
Karena
itu, sejak sekarang perlu disiapkan konsep-konsep matang, mulai dari
sistem rekrutmen mahasiswa, visi keadilan sosial bagi calon mahasiswa,
rekrutmen dosen, sistem administrasi yang canggih, sampai ke visi
pengembangan ilmiah yang canggih. Pendidikan tidak dapat lepas dari
kepentingan ekonomi-politik, maka PT berkewajiban dan bertanggung jawab
memberi nilai kultural yang membawa perubahan masyarakat lebih beradab.
Di
samping itu, ada misi untuk mengembangkan pendidikan yang berorientasi
dimensi kultural bagi produk-produk teknologi, informasi, dan seni. Dari
titik ini diharapkan ada sumbangan nyata yang menguntungkan peradaban. (gemmalush.blogspot)
No comments:
Post a Comment